Arti Pendidikan Islam
Pengertian pendidikan Islam dapat
lihat dari beberapa pendapat para ahli pendidikan diantaranya;
Menurut Marimba (1982) bahwa
pendidikan merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar yang dilakukan oleh
si pendidik kepada si terdidik secara terus menerus terhadap perkembangan
jasmanai dan rohaninya demi terciciptanya kepribadian utama, yaitu kepribadian
muslim. Dengan kata lain pendidikan merupakan usaha sungguh-sungguh yang
dilakukan oleh pendidik dalam membina dan membentuk generasi intelek sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Jika dikaitkan dengan Islam, maka
pendidikan agama islam adalah suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak
didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa ytang
terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta
tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan ajaran-ajaran
agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat
mendatangkan keselamatan dunia akhiratnya kelak
Sedangkan menurut Muhaimin (2005)
pendidikan Islam dapat dipahami dari beberapa perfektif, yaitu :
1.
Pendidikan menurut Islam atau pendidikan yang berdasarkan Islam, yaitu
pendidikan yang dipahami dan dikembangkan serta disusun dari ajaran dan
nilai-nilai pundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-Qur’an
dan Sunnah.
2.
Pendidikan keislaman atau pendidikan agama Islam, yakni upaya pendidikan agama
Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang.
3.
Pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan yang
berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam.
2.
Landasan Pendidikan Islam
Setiap usaha, kegiatan atau tindakan yang sengaja dilakukan untuk mencapai
tujuan tertentu harus mempunyai landasan atau tempat berpijak yang baik
dan kuat. Tanpa landasan yang baik dan kuat sebuah usaha, kegiatan atau
tindakan tidak akan terarah. Implikasi logis yang harus diterima adalah hasil
yang didapatkan tidak akan maksimal. Ibarat sebuah bangunan yang kekuatannya
sangat ditentukan oleh baik tidaknya landasan atau pondasi tempat
berpijak. Begitu pula dengan pendidikan, tentu saja sangat membutuhkan landasan
yang baik dan kuat supaya proses yang berlangsung dapat terarah dan tujuan yang
telah ditetapkan dapat tercapai. Apalagi pendidikan Islam adalah usaha atau
kegiatan akademis yang telah mempunyai rencana yang jelas, sistematis, terarah
dan terstruktur. Di samping itu juga, pendidikan Islam adalah tugas yang maha
besar dalam bagaimana memanuasiakan manusia dan mengagamakan manusia yang telah
beragama guna terbentuknya manusia yang madani, baik spiritual maupun
lahiriahnya sesuai dengan cita-cita Islam.
Dalam hal ini, pendidikan Islam mempunyai
landasan atau dasar yang baik, jelas dan kuat. Landasannya adalah “Al-Qur’an
dan Sunnah Nabi yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al maslahat mursalah, istihsan, qiyas dan sebagainya”
(Darajat, dkk., 2000:19-21).
1)
Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah ibu dari semua ilmu pengetahuan dan sumber dari segala sumber
aturan hidup. Dengan kata lain, Al-Qur’an berisi ajaran yang sangat universal,
humanis dan pleksibel yang mengatur seluruh proses kehidupan manusia dengan
semua pernak-pernik permasalahannnya, termasuk pendidikan di dalamnya.
Terkait dengan pendidikan Islam, di
dalam Al-Qur’an termaktub dengan jelas. Salah satu ayat Al-Qur’an yang
menjelaskan tentang pendidikan Islam, terdapat dalam surat Asy-Syura ayat 52,
yang artinya;
“Dan demikian Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur’an)
dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al kitab
(Al-Qur’an} dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan
Al-Qur’an itu cahaya yang Kami beri petunjuk dengan dia siapa yang yang Kamai
kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi
petunjuk kepada jalannya yang benar” (QS. Asy Syura:52) (Depag. RI. : 791).
Dari terjemahan ayat di atas
dapat diambil titik relevansi dengan atau sebagai landasan pendidikan Islam.
Sebagaimana pendapat Zuhairini, dkk. (19993:152) mengingat;
a.
Bahwa Al-Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk ke arah
jalan hidup yang lurus, dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk ke arah jalan
yang di ridloi Alllah SWT.
b.
Al-Qur’an menerangkan bahwa Nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk
kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar
saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan dan pendidikan Islam.
Dapat disimpulkan berpegang teguh
pada Al-Qur’an merupakan kunci sukses dari semua usaha yang dilakukan oleh umat
Islam.Umat Islam harus senantiasa mengambil pelajaran dari ayat-ayat Al-Qur’an
karena Al-Qur’an berisi segudang ide-ide konstruktif bagi pembangunan
masyarakat madani. Tetapi, selama ini umat Islam mundur karena meninggalkan
Al-Qur’an. Apakah kita akan tetap seperti ini?
2)
Sunnah
Sunnah merupakan sumber ajaran kedua
setelah Al-Qur’an. Seperti Al-Qur’an, Sunnah juga berisi petunjuk (pedoman)
untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat
menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Untuk itu, Rasulullah
menjadi guru dan pendidik utama. Apapun yang diajarkan oleh Rsulullah
adalah dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam yang
sejahtera di bawah ridha-Nya.
Oleh krena itu, Sunnah merupakan
landasan kedua bagi pembinaan pribadi muslim yang kokoh. Sunnah selalu membuka
kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebabnya, mengapa ijtihad perlu
ditingkatkan dalam memahaminya termasuk sunnah yang beraitan dengan pendidikan.
Sebagaimana keterangan di atas,
Khallaf (2000) menguatkan bahwa Sunnah merupakan sumber hukum urutan kedua
setelah Al-Qur’an. Dalam aplikasinya seorang mujtahid tidak akan kembali ke
Sunnah ketika membahas suatu kejadian, kecuali apabila tidak ditemukannya
keterangan-keterangan dalam Al-Qur’an, mengenai hukum sesuatu yang hendak
diketahui hukumnya.
Melihat betapa urgennya posisi
Sunnah dalam mengarahkan kehidupan umat Islam, umat Islam tidak punya alasan
yang kuat untuk dapat meninggalkannya. Tapi terkadang Sunnah telah banyak
ditinggalkan oleh umat Islam. Umat Islam cenderung mengadopsi pendapat Barat
yang nota benenya mempunyai pegangan hidup yang tidak jelas dan skuler.
3.
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan adalah “Suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau
kegiatan selesai’ darajat, dkk., 2000:29). Senada dengan pendapat tersebut,
Zuhairini, dkk. (1995:159) berpendapat bahwa “Tujuan adalah dunia cita, yakni
suasana ideal yang ingin wujudkan.”. Maka pendidikan, karena merupakan suatu
usaha dan kegiatan yang berproses melalaui tahap dan tingkatan-tingkatan tentu
tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pedidikan bukanlah suatu benda yang
berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari
kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya baik
kognitif, apektif dan psikomotoriknya. Dalam tujuan pendidikan, suasana ideal
itu nampak pada tujuan akhir (ultimate
aims of education). Tujuan akhir biasanya dirumuskan secara padat
dan singkat. Seperti pendapat Marimba (1962:43) bahwa bahwa “Tujuan pendidikan
Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim”.
Pendapat tersebut mengadung arti
bahwa pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi
dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan
ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat
mengambil mamfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk
kepentingan hidup di dunia kini dan di akhirat kelak. Tujuan ini terlalu ideal,
sehingga sukar dicapai. Tetapi dengan kerja keras yang dilakukan secara
berencana dengan kerangka-kerangka kerja yang konsepsional mendasar, pencapaian
tujuan itu bakanlah sesuatu yang mustahil.
Lebih lanjut, Darajat, dkk. (2000)
membagi tujuan pendidikan Islam menjadi 4 tujuan, yaitu;
Tujuan umum
Tujuan umum ialah tujuan yang akan
dicapai dengan semua kegiatan pendidikan. Tujuan itu meliputi seluruh aspek
kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan kebiasaan dan
pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan,
situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola
takwa harus dapat tergambar pada pribadi sesorang yang sudah dididik walaupun
dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkat-tingkat
tersebut.
a.
Tujuan akhir
Tujuan akhir ialah tujuan yang
berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di
dunia ini. Tujuan umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola taqwa dapat
mengalami perubahan naik turun bertambah dan berkurang dalam berjalan hidup
seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya karena
itulah pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk,
mengembangkan, memelihara, dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah
dicapai. Orang yang sudah taqwa dalam bentuk insan kamil masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka
pengembanagn dan penyempurnaan sekurang-kurangnya pemeliharaan supaya tidak
luntur dan berkurang, meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan tumbuh dalam
pendidikan formal. Mati dalam berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang
merupakan ujung dari taqwa sebagai proses akhir dari hidup jelas berisi
kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan yang dianggap sebagai
tujuan akhir. Insan kamil yang mati dan akan menghadap TuhanNya merupakan
tujuan akhir dari proses pendidikan Islam.
Tujuan sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang
akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang
direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Tujuan operasinal dalam
bentuk instruksional yang dikemabangkan menjadi tujuan instruksinal umum (TIU)
dan khusus (TIK), dapat dianggap tujuan sementara dengan sifat yang agak
berbeda.
Pada tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola takwa sudah
kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri
pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik. Tujuan pendidikan Islam
seolah-olah merupakan suatu lingkaran kecil. Semakin tinggi tingkatan
pendidikannya, lingkaran tersebut semakin besar. Tetapi sejak dari tujuan
pendidikan tingkat permulaan, bentuk lingkarannya sudah harus kelihatan. Bentuk
lingkaran inilah yang menggambarkan insan
kamil itu. Di sinilah berangkali perbedaan yang mendasar bentuk tujuan
pendidikan Islam dibandingkan dengan pendidikan lainnya.
Tujuan operasional
Tujuan operasional adalah tujuan
praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu
unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan
diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan opersional. Dalam
pendidikan formal tujuan operasional disebut juga tujuan intruksinal yang
selajutnya dikembangkan menjadi tujuan intruksional umum (TIU) dan tujuan
intruksional khusus (TIK). Tujuan intruksional ini merupakan tujuan pengajaran
yang direncanakan dalam unit-unit kegiatan pengajaran. Dalam tujuan operasional
ini lebih banyak dituntut dari anak didik adalah suatu kemampuan tertentu
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
4.
Konsepsi Islam Tentang Pendididik
Dalam melaksanakan pendidikan Islam, peranan pendidik sangat krusial. Pendidik
merupakan salah satu faktor utama terlaksananya proses pendidikan. Karena
pendidik adalah aktor yang bertanggung jawab terhadap seluruh proses yang
terjadi di dalamnmya. Atas dasar tersebut Nata dalam bukunya yang berjudul Filsafat Pendidikan Islam (1997)
berpendapat bahwa pendidik merupakan pelaku utama keberhasilan pendidikan.
Tinggi rendahnya sumber daya manusia sebuah bangsa sangat ditentukan oleh hasil
kerja seorang guru dalam bagaimana mengemas proses pendidikan semaksimal
mungkin.
Lebih lanjut, Nata (2003) menjelaskan bahwa pendidik adalah faktor utama yang
menentukan intensitas keberhasilan pendidikan. Baik buruk hasil pendidikan
tergantung pada pendidik itu sendiri. Itulah sebabya Islam sangat menghargai
dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan yang bertugas sebagai
pendidik. Pendidik mempunyai derajat yang lebih tinggi daripada orang-orang
yang tidak berilmu dan orang-orang yang bukan sebagai pendidik.
Penghormatan dan penghargaan Islam
terhadap orang-orang yang berilmu atau pendidik itu salah satunya terbukti di
dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 11, yaitu:
... ير فع الله
الذ ينوامنكم والذين اوتواالعلم درجات.....{المجادلة :11}
Artinya : “Allah akan meninggikan orang-orang yang berilmu di antara kamu dan
orang-orang yang diberi pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadalah:11) (Depag. RI, 1993:910).
5.
Konsepsi Islam Tentang Anak Didik
Seperti yang telah dijelaskan di
depan, pendidikan merupakan bimbingan dan pertolongan secara sadar yang
diberikan oleh pendidik kepada anak didik sesuai dengan perkembangan
jasmaniah dan rohaniah ke arah kedewasaan atau terbentuknya generasi
intelek yang berakhlak mulia.
Anak didik di dalam mencari
nilai-nilai hidup, harus mendapatkan bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena
menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci
sedangkan alam sekitarnya akan memberi corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan
agama anak didik.
Hal tersebut terdapat dalam sabda
Nabi Muhammad SAW, yang berbunyi;
ما من مولودالايولدعلى الفطرة فابواه يهودانه اوينصرانه او يمجسا نه {رواه
مسلم}
Artinya:"Tidaklah anak yang
dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada
Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama
Yahudi, Nasrani, Majuzi” (H.R.Muslim).
Berdasarkan hadits tersebut, dapat
dimengerti bahwa anak yang telah membawa potensi kegamaan (Islam) harus
dibimbing perkembangannya terutama ditekankan kepada kedua orang tuanya sebagai
pendidik utama dan pertama dalam melaksanakan pendidikan terhadap anak
didiknya.
Demikian pula di dalam Al-Qur’an
surat Ar-Rum ayat 30:
فاقم وخهك للدين حنيفا فطرت الله التى فطرالنا س
عليها لاتبد يل لخلق الله ذ لك الدين القيم ولكن ا كثرالنا س لايعلمون {الروم:30}
Artinya: “Hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama Allah. Tetapkanlan pada Fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah tersebut. Tidak ada perubahan bagi fitrah Allah, itulah
agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S Ar-Rum:30) (Depag. RI.,
1993:645).
Dari ayat dan hadits tersebut
jelaslah bahwa pada dasarnya anak itu telah membawa fitrah beragama, dan
kemudian bergantung kepada para pendidiknya dalam mengembangkan fitrah itu
sendiri sesuai dengan usia anak dalam pertumbuhannya.
Di sini juga jelas bagaimana
pentingnya peranan orang tua untuk menanamkan pandangan hidup keagamaan
terhadap anak didiknya. Agama anak didik yang akan dianut semata-semata
bergantung kepada pengaruh orang tua dan alam sekitarnya. Dasar-dasar
pendidikan agama ini harus sudah ditanamkan sejak anak didik itu masih
usia muda, karena kalau tidak demikian kemungkinan akan mengalami
kesulitan kelak untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang diberikan pada masa
dewasa. Sebagaimana pendapat Zuhairini, dkk. (1995:172)
bahwa;
Pendidikan Islam yang ditanamkan pada masa dewasa atau pada
masa pubertas, yaitu masa pertumbuhan mengalami perubahan-perubahan besar
terhadap fisik, masa gelisah yang penuh pertentangan lahir batin, masa
cita-cita yang beraneka ragam, masa romantik, masa mencapai kematangan seksual,
pembentukan kepribadian dan mencari pandangan dan tujuan hidup di dunia dan di
akhirat kemungkinan akan mengalami kesulitan total.
Di samping pendapat di atas,
Jalaluddin (1962) berpendapat bahwa pendidikan agama bagi anak didik saat masa
pubertas sangat penting, karena menurut ahli psikologi, juga ahli agama, anak
didik pada masa itu mengalami kesangsian, keragu-raguan. Mereka memang mau
tidak mau cendrung kepada hal-hal ketuhanan. Mereka mencari kepercayaan, bahkan
kepercayaan yang telah tertanamkan mengalami kegoncangan.
Jika keadaan dan kondisi batin dalam
masa pubertas ini tidak mendapatkan bimbingan dan petunjuk yang sesuai dengan
akal mereka, dan kalau alam sekitar mereka menunjukkan pula kegoncangan
keyakinan atau kepalsuan amal ibadah, benarlah kemungkinan mereka tidak
mendapatkan apa yang dicarinya (kebenaran dan keluhuran Allah, keyakinan dan ketaatan).
Benih agama yang telah tumbuh kemungkinan membuat sengsara dalam hidupnya,
kepercayaan yang telah ada bisa menjadi pasif atau lenyap sama sekali. Jiwa
yang telah terisi agama menjadi kosong. Sebaliknya jiwa yang kosong, yang tak
pernah mendapat siraman agama, dapat tumbuh dengan subur jika pada masa
pubertas ini pendidikan agama ditanamkan kepadanya. Masa ini merupakan masa
untuk beralih kepada keinsyafan dan keyakinan abadi.
D. Konsepsi Islam
Tentang Lingkungan
Zuhairini, dkk. (1995:173) berpendapat
bahwa “Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta
menetukan corak pendidikan Islam, yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak
didik. Lingkungan yang dimaksud di sini adalah lingkungan yang berupa keadaan
sekitar yang mempengaruhi pendidikan anak”. Dari pendapat tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa lingkungan sangat besar pengaruhnya dalam memberikan
corak kepribadian anak didik. Baik buruk pribadi anak didik juga tergantung
pada kualitas lingkungannnya.
Lebih lanjut, Zuhairini, dkk. (1995)
menjelaskan bahwa untuk melaksanakan pendidikan Islam di dalam lingkungan ini
perlu kiranya diperhatikan faktor-faktor yang ada di dalamnya, seperti
perbedaan lingkungan keagamaan anak didik dan latar belakang pengenalan tentang
keagamaan. Adapun penjelasan dari kedua faktor terbet adalah;
a.
Perbedaan lingkungan keagamaan anak didik
Yang dimaksud dengan lingkungan ini
ialah lingkungan alam sekitar dimana anak didik berada, yang mempunyai pengaruh
terhadap perasaan dan sikapnya akan keyakinan terhadap agamanya. Lingkungan ini
besar sekali peranannya terhadap keberhasilan atau tidaknya pendidikan agama.
Karena lingkungan ini memberikan pengaruh yang positif maupun negatif terhadap
perkembangan anak didik.
Adapun lingkungan yang dapat memberi
pengaruh terhadap anak didik ini, dapat dibedakan menjadi tiga kelompok ialah:
1) Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama
Kadang-kadang anak mempunyai apresiasi yang tidak antusias, untuk itu ada
kalanya berkeberatan terhadap pendidikan agama, dan ada kalanya menerima
agar sedikit mengetahui masalah itu. Dengan kata lain, anak kenderungan apatis
terhadap pendikan agama.
2) Lingkungan yang berpegang teguh kepada
tradisi agama, tetapi tanpa keinsyafan batin, biasanya lingkungan yang demikian
itu menghasilkan anak-anak beragama yang secara tradisional tanpa kritik, atau
dia beragama secara kebetulan.
3) Lingkungan yang mempunyai tradisi agama
dengan sadar dan hidup dalam lingkungan agama.
Bagi lingkungan yang kurang kesadarannya,
anak-anak akan mengunjungi tempat-tempat ibadah dan ada dorongan orang tua,
tetapi tidak kritis dan tidak ada bimbingan. Sedangkan bagi lingkungan agama
yang kuat, kemungkinan hasilnya akan lebih baik dan bergantung kepada baik
buruknya pimpinan dan kesempatan yang diberikan.
b. Latar belakang pengenalan
tentang keagamaan
Di samping pengaruh perbedaan
lingkungan anak didik dari kehidupan agama, maka timbul suatu masalah yang
ingin diketahui anak tentang seluk beluk agama, seperti anak menanyakan tentang
siapa Tuhan itu, di mana letak surga dan neraka itu, siapa yang membuat alam
ini dan sebagainya.
Masalah-masalah tersebut perlu
mendapat perhatian sepenuhnya dari para pendidik (orang tua dan guru agama).
Untuk memecahkan masalah ini perlu mengadakan pendekatan terhadap anak didik
untuk memberi penjelasan dan membawanya agar anak didik menyadari dan
melaksanakan apa yang diperintahkan dan dilarang agama, serta mengerjakan
hal-hal yang baik dan beramal saleh. Oleh karena itu, para pendidik baik orang
tua, guru dan orang-orang dewasa harus dapat membawa anak didik ke arah
kehidupan keagamaan sesuai dengan ajaran agama (Islam) (Zuhairini,1995).
Inilah salah satu tugas para
pendidik ialah; menyiapkan anak agar dapat mencapai tujuan hidupnya yang utama,
yaitu menyiapkan diri untuk masa yang akan datang. Dengan demikian agar tidak
menimbulkan keragu-raguan terhadap anak didik akan agama ini, maka sejak kecil
sebelum menginjak usia sekolah harus ditanamkan keagamaan. Sebab anak didik
pada saat yang demikian ini dalam keadaaan masih bersih dan mudah dipengaruhi
atau dididik. Ia ibarat kertas putih bersih belum ada coretan tinta sedikitpun.
E. Konsepsi
Islam Tentang Lembaga Pendidikan
Menurut Arifin (1991:83) bahwa
“Salah satu sistem yang memungkinkan pendidikan Islam berlangsung secara
konsisten dan berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuannya adalah institusi
atau kelembagaan pendidikan Islam”. Dari pernyataan ini dapat dipahami bahwa
lingkungan pendidikan Islam adalah institusi atau lembaga di mana pendidikan
itu berlangsung. Suatu lingkungan dapat dikatakan lingkungan pendidikan Islam
apabila di dalam lingkungan tersebut terdapat ciri-ciri keislaman yang
memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik (Nata, 1997).
Berbicara tentang lembaga atau
lingkungan pendidikan Islam, maka akan menyangkut masalah siapa yang
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan di dalam lembaga atau
ligkungan itu, oleh karena berhubungan dengan hal ini perlu dibicarakan pula
tempat-tempat di mana pendidikan itu dilaksanakan.
Pada garis besarnya lembaga atau
lingkungan pendidikan Islam itu dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat (Zuahirini, dkk., 1995).
a.
Keluarga.
Lembaga pendidikan keluarga
merupakan lembaga yang pertama, tempat anak didik pertama-tama menerima
pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarga lainnya. Di
dalam keluarga inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik pada
usia yang masih muda, karena pada usia-usia ini anak lebih peka terhadap
pengaruh dari pendidiknya (orang tuanya dan anggota yang lain).
Dalam ajaran Islam telah dinyatakan
oleh Nabi Muhammad SAW, dalam sabdanya yang berbunyi:
ما من مولودالايولدعلى الفطرة فابواه يهودانه اوينصرانه
او يمجسا نه {رواه مسلم}
Artinya:"Tidaklah anak yang
dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada
Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama
Yahudi, Nasrani, Majuzi” (H.R.Muslim).
Berdasarkan hadits tersebut,
jelaslah bahwa orang tua memegang peranan penting dalam membentuk kepribadian
anak didik. Anak dilahirkan dalam kedaan suci, adalah menjadi tanggung jawab
orang tua untuk mendidiknya. Di sinilah letak tanggung jawab orang tua untuk
mendidik anak-anaknya, karena itu adalah amanat Allah yang diberikan kepada
kedua orang tua yang kelak akan diminta pertanggung jawaban atas pendidikan
anak-anaknya.
Pendidikan Islam dalam keluarga ini
sangat besar pengaruhnya terhadap kepribadian anak didik, karena itu suasana
pendidikan yang telah dialaminya pertama-tama kan selalu menjadi kenangan
sepanjang hidupnya. Pendidikan Islam di dalam keluarga ini diperlukan
pembiasaan dan pemeliharaan dengan rasa kasih sayang dari kedua orang tuanya
terutama. Hal ini adalah wajar karena masa kanak-kanak orang tuanyalah
yang memegang peranan penting dalam pendidikan, sebagai akibat adanya hubungan
darah. Orang tua yang menyadari akan m endidik anaknya ke arah tujuan
pendidikan Islam, yaitu anak dapat berdiri serndiri dengan kepribadian
Muslim.
b.
Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan
yang penting sesudah keluarga, karena makin besar kebutuhan anak, maka
orang tua menyerahkan tanggung jawabnya sebagian kepada lembaga sekolah.
Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam mendidik anak. Sekolah
memberikan pendidikan dan pengajaran di dalam keluarga (Arifin, 2003).
Tugas guru dan pemimpin sekolah di
samping memberikan ilmu pengetahuan-pengetahuan, keterampilan, juga mendidik
anak beragama. Di sinilah sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam
memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak didik.
Pendidikan budi pekerti dan
keagamaan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah haruslah merupakan
kelanjutan, setidaknya-tidaknya jangan bertentangan dengan apa yang diberikan
dalam keluarga.
Bagi setiap muslim yang benar-bener
beriman dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam, mereka berusaha untuk memasukkan
anak-anaknya ke sekolah-sekolah yang diberikan pendidikan agama, atau ke
sekolah umum yang memberikan pendidikan umum secara terpisah pada jam-jam
tertentu.
Dalam hal ini mereka mengharapkan
agar anak didiknya memiliki kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam atau
dengan kata lain berkepribadian muslim. Yang dimaksud dengan kepribadian muslim
adalah kepribadian yang seluruh aspeknya baik tingkah lakunya, kegiatan jiwanya
maupun filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan,
penyerahan diri kepada-Nya (Marimba, 1982).
c. Masyarakat
Lembaga pendidikan masyarakat
merupakan lembaga pendidikan yang ketiga sesudah keluarga dan sekolah.
Pendidikan ini telah dimulai sejak anak-anak untuk beberapa jam sehari selepas
dari asuhan keluarga dan berada di luar sekolah./ Corak ragam pendidikan yang
diterima anak didik di masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala
aspek baik pembentukan kebiasaan, pembentukan kesusilaan dan keagamaan
(Zuhairini, 1995).
Pendidikan dalam pendidikan
masyarakat ini boleh dikatakan pendidikan secara tidak langsung, pendidikan
yang dilaksanakan dengan tidak sadar oleh masyarakat. Dan anak didik sendiri
secara sadar atau tidak mendidik dirinya sendiri, mencari pengetahuan dan
pengalaman sendiri, mempertebal keimanan serta keyakinan sendiri akan nmilai-nilai
kesusilaan dan keagamaan di dalam masayarakat. Lembaga-lembaga pendidikan yang
ada di masyarakat ikut langsung melaksanakan pendidikan tersebut. Di
dalam masyarakat terdapat beberapa lembaga atau perkumpulan atau
organisasi, seperti organisasi pemuda (KNPI, Karang Taruna), organisasi
kesenian (sanggar tari, perkumpulan musik), pramuka, olah raga, keagamaan dan
sebagainya. Lembaga-lembaga tersebut membantu pendidikan dalam usaha membentuk
pendidikan seperti: membentuk sikap, kesusilaan, dan menambah ilmu pengetahuan
di luar sekolah dan keluarga.
Oleh karena itu, bagi anak-anak
didik Islam, sudah sewajarnya mereka masuk lembaga-lembaga pendidikan
masyarakat yang berdasarkan ajaran Islam. Hal ini dapat dimengerti , karena
dengan organisasi yang berdasarkan Islam itu anak didik akan mendapatkan
pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Memang dalam beberapa hal dibenarkan
mereka masuk organisasi-organisasi yang bukan berdasarkan Islam seperti
kesenian dan olah raga, hanya saja yang demikian itu harus dijaga dan dipelihra
pengaruh-pengaruh yang bersifat negatif yaitu menjauhkan diri dari nilai-nilai
ajaran
Islam.
D. Penutup
Dari keseluruhan wacana di atas,
dapat ditarik sebuah konklusi bahwa pendidikan merupakan usaha sungguh-sungguh
dalam pembentukan manusia yang berkualitas yang sesuai dengan tuntutan tujuan
yang telah ditetapkan. Apabila dikaitkan dengan pendidikan Islam, maka
pendidikan merupakan usaha umat Islam dalam mencetak intelek yang ulama’ dan
ulama’ yang intelek yang secara kualitas mempunyai kedalaman IMTAQ dan IPTEKS.
Memang sangat logis apabila pendidikan menempati posisi strategis dalam
peradaban manusia. Intensitas keberhasilan peradaban manusia tergantung
kualitas pendidikan. Bila pendidikan suatu bangsa amburadul dapat dipastikan
bangsa tersebut selalu berada pada titik nadir, alias tidak maju. Sebaliknya,
apabila suatu bangsa mempunyai kualitas pendidikan yang terjamin dapat
dipastikan pula bangsa tersebut akan menjadi bangsa yang kuat. Termasuk dalam
Islam, apabila umat Islam mempunyai kualitas pendidikan yang terjamin maka umat
Islam tidak akan selalu terpuruk seperti selama ini yang terjadi.
Pendidikan Islam akan berkualitas apabila
komponen yang menyangganya juga kuat, baik aspek pendidik, anak didik,
kurikulum, lingkungan dan lembaga pendidikan. Di samping itu juga, Al-Qur’an
dan Sunnah sebagai penuntun arah harus senantiasa dipegang, karena Al-Qur’an
dan Sunnah adalah ruh dalam pelakasanaan pendidikan Islam. Semua komponen
tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Ibarat sebuah
rumah yang apabila kehilangan satu penyangganya tentu tidak akan kokoh dan
suatu saat pasti akan ambruk. Apabila ingin maju sebuah pendidikan harus
dipastikan semua komponen yang ada terjamin kualitasnya agar proses pendidikan
yang akan dilalui juga dapat produktif dan kondusif. Apabila hal itu
terpenuhi, pada akhirnya hasil posisif yang akan diterima adalah terciptanya
manusia yang berkualitas yang dapat diandalkan.Kalau memeng begitu adanya, kenapa
umat Islam tidak pernah mau berbuat?dila.14 (^_^/:)